Mungkin kita bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan surat keputusan yang diterbitkan oleh walikota tangerang selatan terkait pembentukan panitia pengadaan tanah untuk jalan TOL Cinere-Serpong, yang direncanakan akan menggusur, setidaknya 958 rumah. Dimana ada tiga perumahan yaitu Pertanian, Andora dan Azzahra menolak untuk dilalui jalan TOL tersebut. Hal yang mendasar, dan perlu kita ketahui adalah, Indonesia adalah negara hukum dimana aparatur pemerintah yang ditunjuk harus bekerja berdasarkan aturan yang jelas dan tegas. Nah pada kasus surat keputusan walikota Tangerang Selatan No.590/KEP.217-HUK/2012, mengindikasikan ketidakjelasan payung hukum yang digunakan dan menabrak tata aturan yang ada, dan pada akhirnya akan berdampak pada penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintah yang ditunjuk dan menimbulkan ketidakpatian hukum. pada tulisan pendek kali ini, penulis ingin mengulas penggunaan peraturan presiden No. 36 tahun 2005 yang telah diubah dengan Peratutan Presiden No. 65 tahun 2006 sebagai landasan dan secara bersamaan mengabaikan Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012. Menurut alur waktu, surat Keputusan Walikota Tanggerang Selatan No.590/KEP.217-HUK/2012 sendiri terbit pada 2 oktober 2012. Sementara peraturan presiden No. 71 tahun 2012 disahkan pada 7 Agustus 2012. Lalu pertanyaanya kenapa dalam upaya pengadaan tanah untuk jalan TOL Cinere-Serpong, landasan peraturan presiden No. 36 tahun 2005 yang telah diubah dengan peratutan presiden No. 65 tahun 2006 yang digunakan, dan notabene nilai dasar perhitungan ganti rugi adalah:
“Pasal 15
(1) Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas :
d. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia;
e. nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan;
f. nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
(2) Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.”
Sementara jika kita merujuk pada Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012 berbunyi:
Nah, Jika dilihat sekilas ini mungkin tidak berpengaruh apa-apa pada persepsi kita, apalagi jika berkaca pada kasus-kasus tanah yang berurusan dengan kepentingan publik dan atas nama pemerintah. Tapi Jika diperhatikan dengan sekasama ini sangat berpengaruh pada bagaimana prosesi ganti kerugian yang akan terjadi. Apakah akan mengarah pada proses pemiskinan gaya baru atau mengembalikan hak perdata pemilik tanah dengan nilai yang wajar dan masuk akal sehingga keadilan memang berdiri tegak di negeri ini.
Sumber foto: http://rangselbudi.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar